Ads Top

Menjaga Warisan Leluhur Melalui Batik Kawasan Borobudur


warga sedang membatik

Pertemuan intensif pembatik Candi Borobudur semakin meningkatkan kreativitas mereka dalam mengembangkan motif, terutama bersumber dari peninggalan peradaban dunia itu dan lingkungan alam setempat.


"Mereka sering bertemu dan mengikuti kegiatan peguyuban, saling bercerita satu sama lain tentang temuan-temuannya. Itu yang terutama membuat pembatik anggota kami semakin kreatif mengembangkan motif," kata Sekretaris Peguyuban Batik Kawasan Borobudur "Mandala" Kabupaten Magelang, Jateng, Adi Winarto, di Borobudur, Sabtu.

Ia mengatakan anggota peguyuban tersebut bukan berlatar belakang pendidikan formal menyangkut desain atau seni, namun puluhan orang yang meliputi sejumlah kelompok pembatik di beberapa desa di sekitar candi yang dibangun sekitar abad ke-8 masa pemerintahan Dinasti Syailendra itu.

Berbagai kelompok mereka, antara lain bernama Kelompok Tingal dan Lumbini (Desa Wanurejo), Chatra dan Mandala (Desa Borobudur), Noreh dan Makara (Desa Majaksingi), Menoreh (Desa Giritengah), dan Watu Kendil (Desa Candirejo).


warga sedang mambatik


"Umumnya mereka para ibu rumah tangga, kalangan perempuan, bekas pengasong. Basisnya bukan desain, mereka belajar membatik secara autodidak, saling meniru motif lalu mengembangkan sendiri. Yang terjadi mereka punya gaya dan motif batik sendiri yang khas Borobudur dan tidak ada di daerah lain," katanya.

Produk batik mereka, katanya, berupa cap dan tulis yang masuk kategori warisan budaya Indonesia sesuai dengan pengakuan Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO) sejak 2009. Hingga saat ini, anggota peguyuban tersebut telah memiliki sedikitnya 100 motif batik.

Berbagai produk batik kawasan Candi Borobudur, antara lain dengan nama motif bernama Chatra, Sekar Buddha, dan Stupa Lung-Lungan (Kelompok Chatra), Mandala, Lotus, dan Wajik (Kelompok Mandala), Daun Singkong (Kelompok Noreh), Cengkih (Kelompok Makara).


traveler belajar membatik

Selain itu, motif Candi (Kelompok Menoreh), Kembang Kates, Kalpataru, dan Mega (Kelompok Watu Kendil), Stupa Ceplok (Kelompok Tingal), Liman, Sidoluhur Mbuduran, dan Tentrem (Kelompok Lumbini).

Ketua Peguyuban Batik Kawasan Borobudur "Mandala" Kabupaten Magelang Jack Priyono mengatakan beberapa waktu lalu pihaknya mengadakan kegiatan bersama para anggota untuk secara khusus ke Candi Borobudur guna mengamati lebih mendalam tentang berbagai relief.

"Mereka mendokumentasikan relief-relief Borobudur menggunakan kamera dari telepon seluler. Ini menginspirasi mereka untuk mengembangkan motif batiknya," katanya.

Selain itu, katanya, mengumpulkan berbagai tanaman, biji-bijian, dan dedaunan dari lingkungan masing-masing untuk diolah menjadi bahan pewarnaan alami produk batik mereka.

sumber klik disini
ika diamati lebih rinci, ada yang menarik saat kita hendak menaiki Candi Borobudur. Menjelang tangga naik zona I Candi Borobudur, semua wisatawan akan diberi fasilitas sarung untuk menghormati dan agar wisatawan mau peduli dengan keberadaan Candi Borobudur. Rupanya sarung tersebut bukan sarung biasa, melainkan kain sarung batik dengan motif Borobudur. Saya penasaran tentang siapa, bagaimana, dan di mana kain sarung batik ini dibuat. Setelah bertanya kepada petugas yang ada di Kompleks Candi Borobudur, ternyata sarung batik dengan motif Borobudur tersebut secara mandiri dibuat oleh warga Borobudur, bukan buatan pabrik. Ide awal pembuatan kain batik tersebut salah satunya adalah memanfaatkan peluang saat PT TWC-Taman Wisata Candi (BUMN Pengelola zona II Candi Borobudur) akan menerapkan pemakaian sarung bagi pengunjung. Isu tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan inisiatif dari masyarakat dengan menawarkan proses produksi sarung dengan motif batik Borobudur kepada PT TWC. Menurut cerita Pak Win (salah satu pengelola Batik Kawasan Borobudur), kegiatan Batik Kawasan Borobudur dimulai sekitar tahun 2011, saat itu kira-kira ada 67 orang yang terlibat. Lokasi pembatikan tersebar di beberapa titik di Kecamatan Borobudur; Dusun Tingal-Wanurejo, Dusun Gendingan, Dusun Gejagan, dan beberapa dusun lainnya. “Makanya dinamakan Batik Kawasan Borobudur, Mas. Soalnya meliputi sekawasan, bukan satu titik saja”, ujar Pak Win. Pengelola yang lain, Pak Jack Priyana, mengungkapkan, selain untuk memenuhi kebutuhan sarung di PT Taman Wisata Candi Borobudur, kegiatan pelestarian batik ini juga sebagai aksi nyata geliat ekonomi kreatif di kawasan Borobudur. Dampak sosial yang diakibatkan dengan adanya batik kawasan Borobudur cukup dirasakan warga sekitar Candi Borobudur. “Kita pernah gelisah dengan ramainya pedagang di dalam Candi Borobudur. Kemudian terpikirkan untuk mengaktifkan potensi-potensi di sekitar Candi Borobudur, batik kawasan Borobudur ini salah satunya. Semoga para pedagang pelan-pelan mulai tertarik untuk beraktivitas di luar Candi Borobudur dan mau bergabung di kelompok batik atau aktivitas lainnya”, seru Pak Jack. Saat saya berbincang dengan pengrajin, beberapa di antara mereka memang ‘alumni’ pedagang yang dulunya berdagang di dalam kompleks Candi Borobudur. “Kalau mbatik begini, ada penghasilan tetap yang masuk tiap bulannya, Mas. Terus ndak usah pepanas ngoyak-ngoyak (kepanasan mengejar-ngejar) pengunjung. Pokoke gelem tlalen mbatik, insyaAllah diparingi rejeki (pokoknya mau tekun membatik, insyaAllah diberi rejeki)”, begitu curhatan seorang ibu pengrajin. 14029008041002782078 14029008041002782078 Salah satu tahapan dalam proses pembuatan batik Borobudur (dok. pribadi) 14029009341076392242 14029009341076392242 Seorang ibu Sisi yang membuat menarik lainnya adalah Batik Kawasan Borobudur saat ini masih berproduksi secara manual baik menggunakan cap maupun tulis. Artinya, dari sisi tenaga kerja, aktivitas batik kawasan Borobudur bisa dikatakan padat karya karena dari proses pemotongan kain, pengecapan atau pembatikan, pencelupan, pengemasan, sampai dengan pendistribusian masih menggunakan tenaga-tenaga manusia. 14029006861710515611 14029006861710515611 Aktivitas Batik Kawasan Borobudur (dok. pribadi) Selain padat karya, Batik Kawasan Borobudur juga sedang menggali proses pewarnaan menggunakan pewarna alami yang disarikan dari tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitar Borobudur. Hal ini dilakukan dengan harapan bisa menekan biaya produksi batik, selain itu bisa memaksimalkanpemanfaatan potensi-potensi lokal yang ada di Borobudur. Perbedaan utama batik kawasan Borobudur dengan batik lainnya ada pada motifnya yang menonjolkan identitas khusus dan nilai filosofis candi.Motif yang digunakan di antaranya motif Seribu Stupa, Kalpataru, Relief, Kalamakara, dan beberapa motif lainnya yang terinspirasi dari Candi Borobudur. Bermacam motif khas tersebut juga diharapkan membuat pengunjung lebih peduli dan sebagai sarana promosi karena batik yang dipakai akan terdokumentasi saat wisatawan yang datang dari berbagai wilayah berfoto di Candi Borobudur. 14029025542064151896 14029025542064151896 Beberapa motif batik kawasan Borobudur (dok. pribadi) 1402900545578384132 1402900545578384132 Sarung batik yang dipakai pengunjung Candi Borobudur (dok. pribadi) Beberapa program baik dari pemerintah maupun pihak lainnya telah mendampingi para pelaku Batik Kawasan Borobudur. Kemenparekraf misalnya, telah mengadakan pendampingan melalui program Sentra Kreatif Rakyat dan DMO (Destination Management Organization). Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Magelang juga sering mengajak kelompok Batik Kawasan Borobudur ke berbagai pameran. Sementara itu, saat dimintai keterangan, PT Taman Wisata Candi Borobudur mengakui total pengeluaran untuk membantu (sekaligus membeli sarung batik Borobudur) untuk periode 2013 ini telah mencapai sekitar Rp 800 juta. PT TWC berharap aktivitas Batik Kawasan Borobudur mampu memicu pelaku ekonomi kreatif lainnya agar bisa menggarap potensi-potensi lokal agar nilai-nilai universal Candi Borobudur tetap lestari. Selain membuat sarung batik Borobudur, kelompok batik kawasan Borobudur juga tengah mengembangkan berbagai inovasi produk seperti kain batik yang akan digunakan sebagai pakaian, selendang, dan sapu tangan. Saat ditanya tentang keberlanjutan program, pengelola batik sangat optimis, “Kami berharap bisa melakukan ekspansi pasar. Memang sementara ini masih didominasi untuk memenuhi kebutuhan sarung PT TWC, tapi ke depan semoga karya asli Borobudur ini bisa merambah ke perusahaan-perusahaan, lembaga-lembaga pemerintah, atau masyarakat yang lebih luas. Kami juga dengan senang hati ‘melepas’ pengrajin jika memang mereka mau mengembangkan batik Borobudur di lingkungannya”. Isu sustainability yang lain juga sangat terasa saat pengelola kegiatan batik mengemukakan bahwa secara periodik pramuka pariwisata Borobudur ikut belajar membatik di sanggar-sanggar Batik Kawasan Borobudur. “Kita ingin apa yang kita rintis bisa dilanjutkan generasi berikutnya. Syukur-syukur bisa dikembangkan lagi ke depannya”, ungkap pengelola.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/ariflukman/menjaga-warisan-leluhur-melalui-batik-kawasan-borobudur_54f6f399a33311ac078b457d
Jika diamati lebih rinci, ada yang menarik saat kita hendak menaiki Candi Borobudur. Menjelang tangga naik zona I Candi Borobudur, semua wisatawan akan diberi fasilitas sarung untuk menghormati dan agar wisatawan mau peduli dengan keberadaan Candi Borobudur. Rupanya sarung tersebut bukan sarung biasa, melainkan kain sarung batik dengan motif Borobudur. Saya penasaran tentang siapa, bagaimana, dan di mana kain sarung batik ini dibuat. Setelah bertanya kepada petugas yang ada di Kompleks Candi Borobudur, ternyata sarung batik dengan motif Borobudur tersebut secara mandiri dibuat oleh warga Borobudur, bukan buatan pabrik. Ide awal pembuatan kain batik tersebut salah satunya adalah memanfaatkan peluang saat PT TWC-Taman Wisata Candi (BUMN Pengelola zona II Candi Borobudur) akan menerapkan pemakaian sarung bagi pengunjung. Isu tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan inisiatif dari masyarakat dengan menawarkan proses produksi sarung dengan motif batik Borobudur kepada PT TWC. Menurut cerita Pak Win (salah satu pengelola Batik Kawasan Borobudur), kegiatan Batik Kawasan Borobudur dimulai sekitar tahun 2011, saat itu kira-kira ada 67 orang yang terlibat. Lokasi pembatikan tersebar di beberapa titik di Kecamatan Borobudur; Dusun Tingal-Wanurejo, Dusun Gendingan, Dusun Gejagan, dan beberapa dusun lainnya. “Makanya dinamakan Batik Kawasan Borobudur, Mas. Soalnya meliputi sekawasan, bukan satu titik saja”, ujar Pak Win. Pengelola yang lain, Pak Jack Priyana, mengungkapkan, selain untuk memenuhi kebutuhan sarung di PT Taman Wisata Candi Borobudur, kegiatan pelestarian batik ini juga sebagai aksi nyata geliat ekonomi kreatif di kawasan Borobudur. Dampak sosial yang diakibatkan dengan adanya batik kawasan Borobudur cukup dirasakan warga sekitar Candi Borobudur. “Kita pernah gelisah dengan ramainya pedagang di dalam Candi Borobudur. Kemudian terpikirkan untuk mengaktifkan potensi-potensi di sekitar Candi Borobudur, batik kawasan Borobudur ini salah satunya. Semoga para pedagang pelan-pelan mulai tertarik untuk beraktivitas di luar Candi Borobudur dan mau bergabung di kelompok batik atau aktivitas lainnya”, seru Pak Jack. Saat saya berbincang dengan pengrajin, beberapa di antara mereka memang ‘alumni’ pedagang yang dulunya berdagang di dalam kompleks Candi Borobudur. “Kalau mbatik begini, ada penghasilan tetap yang masuk tiap bulannya, Mas. Terus ndak usah pepanas ngoyak-ngoyak (kepanasan mengejar-ngejar) pengunjung. Pokoke gelem tlalen mbatik, insyaAllah diparingi rejeki (pokoknya mau tekun membatik, insyaAllah diberi rejeki)”, begitu curhatan seorang ibu pengrajin. 14029008041002782078 14029008041002782078 Salah satu tahapan dalam proses pembuatan batik Borobudur (dok. pribadi) 14029009341076392242 14029009341076392242 Seorang ibu Sisi yang membuat menarik lainnya adalah Batik Kawasan Borobudur saat ini masih berproduksi secara manual baik menggunakan cap maupun tulis. Artinya, dari sisi tenaga kerja, aktivitas batik kawasan Borobudur bisa dikatakan padat karya karena dari proses pemotongan kain, pengecapan atau pembatikan, pencelupan, pengemasan, sampai dengan pendistribusian masih menggunakan tenaga-tenaga manusia. 14029006861710515611 14029006861710515611 Aktivitas Batik Kawasan Borobudur (dok. pribadi) Selain padat karya, Batik Kawasan Borobudur juga sedang menggali proses pewarnaan menggunakan pewarna alami yang disarikan dari tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitar Borobudur. Hal ini dilakukan dengan harapan bisa menekan biaya produksi batik, selain itu bisa memaksimalkanpemanfaatan potensi-potensi lokal yang ada di Borobudur. Perbedaan utama batik kawasan Borobudur dengan batik lainnya ada pada motifnya yang menonjolkan identitas khusus dan nilai filosofis candi.Motif yang digunakan di antaranya motif Seribu Stupa, Kalpataru, Relief, Kalamakara, dan beberapa motif lainnya yang terinspirasi dari Candi Borobudur. Bermacam motif khas tersebut juga diharapkan membuat pengunjung lebih peduli dan sebagai sarana promosi karena batik yang dipakai akan terdokumentasi saat wisatawan yang datang dari berbagai wilayah berfoto di Candi Borobudur. 14029025542064151896 14029025542064151896 Beberapa motif batik kawasan Borobudur (dok. pribadi) 1402900545578384132 1402900545578384132 Sarung batik yang dipakai pengunjung Candi Borobudur (dok. pribadi) Beberapa program baik dari pemerintah maupun pihak lainnya telah mendampingi para pelaku Batik Kawasan Borobudur. Kemenparekraf misalnya, telah mengadakan pendampingan melalui program Sentra Kreatif Rakyat dan DMO (Destination Management Organization). Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Magelang juga sering mengajak kelompok Batik Kawasan Borobudur ke berbagai pameran. Sementara itu, saat dimintai keterangan, PT Taman Wisata Candi Borobudur mengakui total pengeluaran untuk membantu (sekaligus membeli sarung batik Borobudur) untuk periode 2013 ini telah mencapai sekitar Rp 800 juta. PT TWC berharap aktivitas Batik Kawasan Borobudur mampu memicu pelaku ekonomi kreatif lainnya agar bisa menggarap potensi-potensi lokal agar nilai-nilai universal Candi Borobudur tetap lestari. Selain membuat sarung batik Borobudur, kelompok batik kawasan Borobudur juga tengah mengembangkan berbagai inovasi produk seperti kain batik yang akan digunakan sebagai pakaian, selendang, dan sapu tangan. Saat ditanya tentang keberlanjutan program, pengelola batik sangat optimis, “Kami berharap bisa melakukan ekspansi pasar. Memang sementara ini masih didominasi untuk memenuhi kebutuhan sarung PT TWC, tapi ke depan semoga karya asli Borobudur ini bisa merambah ke perusahaan-perusahaan, lembaga-lembaga pemerintah, atau masyarakat yang lebih luas. Kami juga dengan senang hati ‘melepas’ pengrajin jika memang mereka mau mengembangkan batik Borobudur di lingkungannya”. Isu sustainability yang lain juga sangat terasa saat pengelola kegiatan batik mengemukakan bahwa secara periodik pramuka pariwisata Borobudur ikut belajar membatik di sanggar-sanggar Batik Kawasan Borobudur. “Kita ingin apa yang kita rintis bisa dilanjutkan generasi berikutnya. Syukur-syukur bisa dikembangkan lagi ke depannya”, ungkap pengelola.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/ariflukman/menjaga-warisan-leluhur-melalui-batik-kawasan-borobudur_54f6f399a33311ac078b457d
Jika diamati lebih rinci, ada yang menarik saat kita hendak menaiki Candi Borobudur. Menjelang tangga naik zona I Candi Borobudur, semua wisatawan akan diberi fasilitas sarung untuk menghormati dan agar wisatawan mau peduli dengan keberadaan Candi Borobudur. Rupanya sarung tersebut bukan sarung biasa, melainkan kain sarung batik dengan motif Borobudur. Saya penasaran tentang siapa, bagaimana, dan di mana kain sarung batik ini dibuat. Setelah bertanya kepada petugas yang ada di Kompleks Candi Borobudur, ternyata sarung batik dengan motif Borobudur tersebut secara mandiri dibuat oleh warga Borobudur, bukan buatan pabrik. Ide awal pembuatan kain batik tersebut salah satunya adalah memanfaatkan peluang saat PT TWC-Taman Wisata Candi (BUMN Pengelola zona II Candi Borobudur) akan menerapkan pemakaian sarung bagi pengunjung. Isu tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan inisiatif dari masyarakat dengan menawarkan proses produksi sarung dengan motif batik Borobudur kepada PT TWC. Menurut cerita Pak Win (salah satu pengelola Batik Kawasan Borobudur), kegiatan Batik Kawasan Borobudur dimulai sekitar tahun 2011, saat itu kira-kira ada 67 orang yang terlibat. Lokasi pembatikan tersebar di beberapa titik di Kecamatan Borobudur; Dusun Tingal-Wanurejo, Dusun Gendingan, Dusun Gejagan, dan beberapa dusun lainnya. “Makanya dinamakan Batik Kawasan Borobudur, Mas. Soalnya meliputi sekawasan, bukan satu titik saja”, ujar Pak Win. Pengelola yang lain, Pak Jack Priyana, mengungkapkan, selain untuk memenuhi kebutuhan sarung di PT Taman Wisata Candi Borobudur, kegiatan pelestarian batik ini juga sebagai aksi nyata geliat ekonomi kreatif di kawasan Borobudur. Dampak sosial yang diakibatkan dengan adanya batik kawasan Borobudur cukup dirasakan warga sekitar Candi Borobudur. “Kita pernah gelisah dengan ramainya pedagang di dalam Candi Borobudur. Kemudian terpikirkan untuk mengaktifkan potensi-potensi di sekitar Candi Borobudur, batik kawasan Borobudur ini salah satunya. Semoga para pedagang pelan-pelan mulai tertarik untuk beraktivitas di luar Candi Borobudur dan mau bergabung di kelompok batik atau aktivitas lainnya”, seru Pak Jack. Saat saya berbincang dengan pengrajin, beberapa di antara mereka memang ‘alumni’ pedagang yang dulunya berdagang di dalam kompleks Candi Borobudur. “Kalau mbatik begini, ada penghasilan tetap yang masuk tiap bulannya, Mas. Terus ndak usah pepanas ngoyak-ngoyak (kepanasan mengejar-ngejar) pengunjung. Pokoke gelem tlalen mbatik, insyaAllah diparingi rejeki (pokoknya mau tekun membatik, insyaAllah diberi rejeki)”, begitu curhatan seorang ibu pengrajin. 14029008041002782078 14029008041002782078 Salah satu tahapan dalam proses pembuatan batik Borobudur (dok. pribadi) 14029009341076392242 14029009341076392242 Seorang ibu Sisi yang membuat menarik lainnya adalah Batik Kawasan Borobudur saat ini masih berproduksi secara manual baik menggunakan cap maupun tulis. Artinya, dari sisi tenaga kerja, aktivitas batik kawasan Borobudur bisa dikatakan padat karya karena dari proses pemotongan kain, pengecapan atau pembatikan, pencelupan, pengemasan, sampai dengan pendistribusian masih menggunakan tenaga-tenaga manusia. 14029006861710515611 14029006861710515611 Aktivitas Batik Kawasan Borobudur (dok. pribadi) Selain padat karya, Batik Kawasan Borobudur juga sedang menggali proses pewarnaan menggunakan pewarna alami yang disarikan dari tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitar Borobudur. Hal ini dilakukan dengan harapan bisa menekan biaya produksi batik, selain itu bisa memaksimalkanpemanfaatan potensi-potensi lokal yang ada di Borobudur. Perbedaan utama batik kawasan Borobudur dengan batik lainnya ada pada motifnya yang menonjolkan identitas khusus dan nilai filosofis candi.Motif yang digunakan di antaranya motif Seribu Stupa, Kalpataru, Relief, Kalamakara, dan beberapa motif lainnya yang terinspirasi dari Candi Borobudur. Bermacam motif khas tersebut juga diharapkan membuat pengunjung lebih peduli dan sebagai sarana promosi karena batik yang dipakai akan terdokumentasi saat wisatawan yang datang dari berbagai wilayah berfoto di Candi Borobudur. 14029025542064151896 14029025542064151896 Beberapa motif batik kawasan Borobudur (dok. pribadi) 1402900545578384132 1402900545578384132 Sarung batik yang dipakai pengunjung Candi Borobudur (dok. pribadi) Beberapa program baik dari pemerintah maupun pihak lainnya telah mendampingi para pelaku Batik Kawasan Borobudur. Kemenparekraf misalnya, telah mengadakan pendampingan melalui program Sentra Kreatif Rakyat dan DMO (Destination Management Organization). Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Magelang juga sering mengajak kelompok Batik Kawasan Borobudur ke berbagai pameran. Sementara itu, saat dimintai keterangan, PT Taman Wisata Candi Borobudur mengakui total pengeluaran untuk membantu (sekaligus membeli sarung batik Borobudur) untuk periode 2013 ini telah mencapai sekitar Rp 800 juta. PT TWC berharap aktivitas Batik Kawasan Borobudur mampu memicu pelaku ekonomi kreatif lainnya agar bisa menggarap potensi-potensi lokal agar nilai-nilai universal Candi Borobudur tetap lestari. Selain membuat sarung batik Borobudur, kelompok batik kawasan Borobudur juga tengah mengembangkan berbagai inovasi produk seperti kain batik yang akan digunakan sebagai pakaian, selendang, dan sapu tangan. Saat ditanya tentang keberlanjutan program, pengelola batik sangat optimis, “Kami berharap bisa melakukan ekspansi pasar. Memang sementara ini masih didominasi untuk memenuhi kebutuhan sarung PT TWC, tapi ke depan semoga karya asli Borobudur ini bisa merambah ke perusahaan-perusahaan, lembaga-lembaga pemerintah, atau masyarakat yang lebih luas. Kami juga dengan senang hati ‘melepas’ pengrajin jika memang mereka mau mengembangkan batik Borobudur di lingkungannya”. Isu sustainability yang lain juga sangat terasa saat pengelola kegiatan batik mengemukakan bahwa secara periodik pramuka pariwisata Borobudur ikut belajar membatik di sanggar-sanggar Batik Kawasan Borobudur. “Kita ingin apa yang kita rintis bisa dilanjutkan generasi berikutnya. Syukur-syukur bisa dikembangkan lagi ke depannya”, ungkap pengelola.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/ariflukman/menjaga-warisan-leluhur-melalui-batik-kawasan-borobudur_54f6f399a33311ac078b457d
Jika diamati lebih rinci, ada yang menarik saat kita hendak menaiki Candi Borobudur. Menjelang tangga naik zona I Candi Borobudur, semua wisatawan akan diberi fasilitas sarung untuk menghormati dan agar wisatawan mau peduli dengan keberadaan Candi Borobudur. Rupanya sarung tersebut bukan sarung biasa, melainkan kain sarung batik dengan motif Borobudur. Saya penasaran tentang siapa, bagaimana, dan di mana kain sarung batik ini dibuat. Setelah bertanya kepada petugas yang ada di Kompleks Candi Borobudur, ternyata sarung batik dengan motif Borobudur tersebut secara mandiri dibuat oleh warga Borobudur, bukan buatan pabrik. Ide awal pembuatan kain batik tersebut salah satunya adalah memanfaatkan peluang saat PT TWC-Taman Wisata Candi (BUMN Pengelola zona II Candi Borobudur) akan menerapkan pemakaian sarung bagi pengunjung. Isu tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan inisiatif dari masyarakat dengan menawarkan proses produksi sarung dengan motif batik Borobudur kepada PT TWC. Menurut cerita Pak Win (salah satu pengelola Batik Kawasan Borobudur), kegiatan Batik Kawasan Borobudur dimulai sekitar tahun 2011, saat itu kira-kira ada 67 orang yang terlibat. Lokasi pembatikan tersebar di beberapa titik di Kecamatan Borobudur; Dusun Tingal-Wanurejo, Dusun Gendingan, Dusun Gejagan, dan beberapa dusun lainnya. “Makanya dinamakan Batik Kawasan Borobudur, Mas. Soalnya meliputi sekawasan, bukan satu titik saja”, ujar Pak Win. Pengelola yang lain, Pak Jack Priyana, mengungkapkan, selain untuk memenuhi kebutuhan sarung di PT Taman Wisata Candi Borobudur, kegiatan pelestarian batik ini juga sebagai aksi nyata geliat ekonomi kreatif di kawasan Borobudur. Dampak sosial yang diakibatkan dengan adanya batik kawasan Borobudur cukup dirasakan warga sekitar Candi Borobudur. “Kita pernah gelisah dengan ramainya pedagang di dalam Candi Borobudur. Kemudian terpikirkan untuk mengaktifkan potensi-potensi di sekitar Candi Borobudur, batik kawasan Borobudur ini salah satunya. Semoga para pedagang pelan-pelan mulai tertarik untuk beraktivitas di luar Candi Borobudur dan mau bergabung di kelompok batik atau aktivitas lainnya”, seru Pak Jack. Saat saya berbincang dengan pengrajin, beberapa di antara mereka memang ‘alumni’ pedagang yang dulunya berdagang di dalam kompleks Candi Borobudur. “Kalau mbatik begini, ada penghasilan tetap yang masuk tiap bulannya, Mas. Terus ndak usah pepanas ngoyak-ngoyak (kepanasan mengejar-ngejar) pengunjung. Pokoke gelem tlalen mbatik, insyaAllah diparingi rejeki (pokoknya mau tekun membatik, insyaAllah diberi rejeki)”, begitu curhatan seorang ibu pengrajin. 14029008041002782078 14029008041002782078 Salah satu tahapan dalam proses pembuatan batik Borobudur (dok. pribadi) 14029009341076392242 14029009341076392242 Seorang ibu Sisi yang membuat menarik lainnya adalah Batik Kawasan Borobudur saat ini masih berproduksi secara manual baik menggunakan cap maupun tulis. Artinya, dari sisi tenaga kerja, aktivitas batik kawasan Borobudur bisa dikatakan padat karya karena dari proses pemotongan kain, pengecapan atau pembatikan, pencelupan, pengemasan, sampai dengan pendistribusian masih menggunakan tenaga-tenaga manusia. 14029006861710515611 14029006861710515611 Aktivitas Batik Kawasan Borobudur (dok. pribadi) Selain padat karya, Batik Kawasan Borobudur juga sedang menggali proses pewarnaan menggunakan pewarna alami yang disarikan dari tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitar Borobudur. Hal ini dilakukan dengan harapan bisa menekan biaya produksi batik, selain itu bisa memaksimalkanpemanfaatan potensi-potensi lokal yang ada di Borobudur. Perbedaan utama batik kawasan Borobudur dengan batik lainnya ada pada motifnya yang menonjolkan identitas khusus dan nilai filosofis candi.Motif yang digunakan di antaranya motif Seribu Stupa, Kalpataru, Relief, Kalamakara, dan beberapa motif lainnya yang terinspirasi dari Candi Borobudur. Bermacam motif khas tersebut juga diharapkan membuat pengunjung lebih peduli dan sebagai sarana promosi karena batik yang dipakai akan terdokumentasi saat wisatawan yang datang dari berbagai wilayah berfoto di Candi Borobudur. 14029025542064151896 14029025542064151896 Beberapa motif batik kawasan Borobudur (dok. pribadi) 1402900545578384132 1402900545578384132 Sarung batik yang dipakai pengunjung Candi Borobudur (dok. pribadi) Beberapa program baik dari pemerintah maupun pihak lainnya telah mendampingi para pelaku Batik Kawasan Borobudur. Kemenparekraf misalnya, telah mengadakan pendampingan melalui program Sentra Kreatif Rakyat dan DMO (Destination Management Organization). Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Magelang juga sering mengajak kelompok Batik Kawasan Borobudur ke berbagai pameran. Sementara itu, saat dimintai keterangan, PT Taman Wisata Candi Borobudur mengakui total pengeluaran untuk membantu (sekaligus membeli sarung batik Borobudur) untuk periode 2013 ini telah mencapai sekitar Rp 800 juta. PT TWC berharap aktivitas Batik Kawasan Borobudur mampu memicu pelaku ekonomi kreatif lainnya agar bisa menggarap potensi-potensi lokal agar nilai-nilai universal Candi Borobudur tetap lestari. Selain membuat sarung batik Borobudur, kelompok batik kawasan Borobudur juga tengah mengembangkan berbagai inovasi produk seperti kain batik yang akan digunakan sebagai pakaian, selendang, dan sapu tangan. Saat ditanya tentang keberlanjutan program, pengelola batik sangat optimis, “Kami berharap bisa melakukan ekspansi pasar. Memang sementara ini masih didominasi untuk memenuhi kebutuhan sarung PT TWC, tapi ke depan semoga karya asli Borobudur ini bisa merambah ke perusahaan-perusahaan, lembaga-lembaga pemerintah, atau masyarakat yang lebih luas. Kami juga dengan senang hati ‘melepas’ pengrajin jika memang mereka mau mengembangkan batik Borobudur di lingkungannya”. Isu sustainability yang lain juga sangat terasa saat pengelola kegiatan batik mengemukakan bahwa secara periodik pramuka pariwisata Borobudur ikut belajar membatik di sanggar-sanggar Batik Kawasan Borobudur. “Kita ingin apa yang kita rintis bisa dilanjutkan generasi berikutnya. Syukur-syukur bisa dikembangkan lagi ke depannya”, ungkap pengelola.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/ariflukman/menjaga-warisan-leluhur-melalui-batik-kawasan-borobudur_54f6f399a33311ac078b457d
Jika diamati lebih rinci, ada yang menarik saat kita hendak menaiki Candi Borobudur. Menjelang tangga naik zona I Candi Borobudur, semua wisatawan akan diberi fasilitas sarung untuk menghormati dan agar wisatawan mau peduli dengan keberadaan Candi Borobudur. Rupanya sarung tersebut bukan sarung biasa, melainkan kain sarung batik dengan motif Borobudur. Saya penasaran tentang siapa, bagaimana, dan di mana kain sarung batik ini dibuat. Setelah bertanya kepada petugas yang ada di Kompleks Candi Borobudur, ternyata sarung batik dengan motif Borobudur tersebut secara mandiri dibuat oleh warga Borobudur, bukan buatan pabrik. Ide awal pembuatan kain batik tersebut salah satunya adalah memanfaatkan peluang saat PT TWC-Taman Wisata Candi (BUMN Pengelola zona II Candi Borobudur) akan menerapkan pemakaian sarung bagi pengunjung. Isu tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan inisiatif dari masyarakat dengan menawarkan proses produksi sarung dengan motif batik Borobudur kepada PT TWC. Menurut cerita Pak Win (salah satu pengelola Batik Kawasan Borobudur), kegiatan Batik Kawasan Borobudur dimulai sekitar tahun 2011, saat itu kira-kira ada 67 orang yang terlibat. Lokasi pembatikan tersebar di beberapa titik di Kecamatan Borobudur; Dusun Tingal-Wanurejo, Dusun Gendingan, Dusun Gejagan, dan beberapa dusun lainnya. “Makanya dinamakan Batik Kawasan Borobudur, Mas. Soalnya meliputi sekawasan, bukan satu titik saja”, ujar Pak Win. Pengelola yang lain, Pak Jack Priyana, mengungkapkan, selain untuk memenuhi kebutuhan sarung di PT Taman Wisata Candi Borobudur, kegiatan pelestarian batik ini juga sebagai aksi nyata geliat ekonomi kreatif di kawasan Borobudur. Dampak sosial yang diakibatkan dengan adanya batik kawasan Borobudur cukup dirasakan warga sekitar Candi Borobudur. “Kita pernah gelisah dengan ramainya pedagang di dalam Candi Borobudur. Kemudian terpikirkan untuk mengaktifkan potensi-potensi di sekitar Candi Borobudur, batik kawasan Borobudur ini salah satunya. Semoga para pedagang pelan-pelan mulai tertarik untuk beraktivitas di luar Candi Borobudur dan mau bergabung di kelompok batik atau aktivitas lainnya”, seru Pak Jack. Saat saya berbincang dengan pengrajin, beberapa di antara mereka memang ‘alumni’ pedagang yang dulunya berdagang di dalam kompleks Candi Borobudur. “Kalau mbatik begini, ada penghasilan tetap yang masuk tiap bulannya, Mas. Terus ndak usah pepanas ngoyak-ngoyak (kepanasan mengejar-ngejar) pengunjung. Pokoke gelem tlalen mbatik, insyaAllah diparingi rejeki (pokoknya mau tekun membatik, insyaAllah diberi rejeki)”, begitu curhatan seorang ibu pengrajin. 14029008041002782078 14029008041002782078 Salah satu tahapan dalam proses pembuatan batik Borobudur (dok. pribadi) 14029009341076392242 14029009341076392242 Seorang ibu Sisi yang membuat menarik lainnya adalah Batik Kawasan Borobudur saat ini masih berproduksi secara manual baik menggunakan cap maupun tulis. Artinya, dari sisi tenaga kerja, aktivitas batik kawasan Borobudur bisa dikatakan padat karya karena dari proses pemotongan kain, pengecapan atau pembatikan, pencelupan, pengemasan, sampai dengan pendistribusian masih menggunakan tenaga-tenaga manusia. 14029006861710515611 14029006861710515611 Aktivitas Batik Kawasan Borobudur (dok. pribadi) Selain padat karya, Batik Kawasan Borobudur juga sedang menggali proses pewarnaan menggunakan pewarna alami yang disarikan dari tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitar Borobudur. Hal ini dilakukan dengan harapan bisa menekan biaya produksi batik, selain itu bisa memaksimalkanpemanfaatan potensi-potensi lokal yang ada di Borobudur. Perbedaan utama batik kawasan Borobudur dengan batik lainnya ada pada motifnya yang menonjolkan identitas khusus dan nilai filosofis candi.Motif yang digunakan di antaranya motif Seribu Stupa, Kalpataru, Relief, Kalamakara, dan beberapa motif lainnya yang terinspirasi dari Candi Borobudur. Bermacam motif khas tersebut juga diharapkan membuat pengunjung lebih peduli dan sebagai sarana promosi karena batik yang dipakai akan terdokumentasi saat wisatawan yang datang dari berbagai wilayah berfoto di Candi Borobudur. 14029025542064151896 14029025542064151896 Beberapa motif batik kawasan Borobudur (dok. pribadi) 1402900545578384132 1402900545578384132 Sarung batik yang dipakai pengunjung Candi Borobudur (dok. pribadi) Beberapa program baik dari pemerintah maupun pihak lainnya telah mendampingi para pelaku Batik Kawasan Borobudur. Kemenparekraf misalnya, telah mengadakan pendampingan melalui program Sentra Kreatif Rakyat dan DMO (Destination Management Organization). Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Magelang juga sering mengajak kelompok Batik Kawasan Borobudur ke berbagai pameran. Sementara itu, saat dimintai keterangan, PT Taman Wisata Candi Borobudur mengakui total pengeluaran untuk membantu (sekaligus membeli sarung batik Borobudur) untuk periode 2013 ini telah mencapai sekitar Rp 800 juta. PT TWC berharap aktivitas Batik Kawasan Borobudur mampu memicu pelaku ekonomi kreatif lainnya agar bisa menggarap potensi-potensi lokal agar nilai-nilai universal Candi Borobudur tetap lestari. Selain membuat sarung batik Borobudur, kelompok batik kawasan Borobudur juga tengah mengembangkan berbagai inovasi produk seperti kain batik yang akan digunakan sebagai pakaian, selendang, dan sapu tangan. Saat ditanya tentang keberlanjutan program, pengelola batik sangat optimis, “Kami berharap bisa melakukan ekspansi pasar. Memang sementara ini masih didominasi untuk memenuhi kebutuhan sarung PT TWC, tapi ke depan semoga karya asli Borobudur ini bisa merambah ke perusahaan-perusahaan, lembaga-lembaga pemerintah, atau masyarakat yang lebih luas. Kami juga dengan senang hati ‘melepas’ pengrajin jika memang mereka mau mengembangkan batik Borobudur di lingkungannya”. Isu sustainability yang lain juga sangat terasa saat pengelola kegiatan batik mengemukakan bahwa secara periodik pramuka pariwisata Borobudur ikut belajar membatik di sanggar-sanggar Batik Kawasan Borobudur. “Kita ingin apa yang kita rintis bisa dilanjutkan generasi berikutnya. Syukur-syukur bisa dikembangkan lagi ke depannya”, ungkap pengelola.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/ariflukman/menjaga-warisan-leluhur-melalui-batik-kawasan-borobudur_54f6f399a33311ac078b457d

No comments:

Powered by Blogger.